A. Pendahuluan
Allah menciptakan
manusia dalam keadaan yang lemah, sehingga manusia tidak dapat memenuhi semua
kebutuhan hidupnya secara mandiri. Adakalanya manusia harus berinteraksi dengan
sesama guna melengkapi kebutuhan-kebutuhan tersebut, karena manusia juga makhluk
sosial. Namun seiring meningkatnya kebutuhan, manusia tidak hanya membutuhkan
bantuan dari sesama manusia, karena ada beberapa kebutuhan yang tidak mungkin
dipenuhi oleh sesama manusia. Hal ini menyebabkan manusia kembali pada Dzat
yang telah menciptakannya, yaitu dengan jalan berdoa. Bahkan untuk hal-hal yang
mungkin didapatkannya dengan jalan meminta bantuan kepada sesama makhluk pun
manusia tetap memintakannya kepada Dzat Maha Pemberi.
Dalam ajaran Islam
doa menempati posisi penting, dan tidak hanya digunakan untuk meminta kebutuhan
hidup semata, melainkan sebagai sarana berinteraksi dengan Allah dan juga
sarana beribadah. Akan tetapi doa dalam perspektif sebagian aliran tasawuf
dianggap kurang baik, karena dinilai kurang mensyukuri akan nikmat yang Allah
berikan terhadapnya.
Terlepas dari itu semua manusia tetaplah membutuhkan adanya interaksi dengan
Tuhannya, karena menurut Molinowski dalam analisisnya mengenai manusia, bahwa
manusia membutuhkan interaksi dengan Tuhannya guna memenuhi kebutuhan spiritualitasnya
(ruhaniah).
Baik itu dari agama Islam, Yahudi, Nashrani, bahkan Atheis pun sebenarnya
mengakui adanya kekuatan lain di luar diri meraka, namun mereka enggan
menyebutnya sebagai Tuhan.
Disini akan
diuraikan pembahasan tentang doa yang terdapat dalam al-Qur’an, baik secara
definisi maupun pembagian-pembagiannya. Dan penulis hanya bisa berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
B.
Definisi
Al-Qur’an
merupakan sumber pokok ajaran Agama Islam, sehingga seluruh pembahasan ayatnya
merupakan sesuatu yang urgen dalam Islam.
Begitu juga halnya pembahasan mengenai Doa, banyak sekali ayat-ayat
al-Qur’an yang membahas tentang Doa, dan juga mempunyai banyak arti yang
berbeda. Dalam ayat yang sama pun Ulama banyak yang berbeda dalam menafsirkan
kata Doa itu sendiri. Disini penulis akan mencoba menguraikan makna doa dari
segi bahasa dan juga pendapat beberapa Ulama mengenai definisi dari Doa.
Apabila dilihat dari asal suku katanya, Doa bentuk
mashdar dari kata Da’a – Yad’u ) (دعا- يدعوyang bermakna memanggil atau mengundang.
Kata ini juga memiliki beberapa variasi mashdar, diantaranya: da’wan, da’wah,
dan da’wa.
Sedangkan menurut Imam Muhammad Ibn Mukarram Ibn Mandzhur dalam kamusnya Lisan
al-‘Arab beliau menjelaskan bahwasannya makna lafadz الدّعاء
dapat berarti suara, seperti bunyi حِئ حِئْ mempunyai makna suara keledai dan juga
bunyi الجِيءُ والجَيءbermakna suara
unta.
Arti etimologi lainnya, doa dapat bermakna memohon, minta
diambilkan (sesuatu), membutuhkan, menuturkan kebaikan mayat, minta tolong,
menyukai, mencari kebaikan (untuk prang lain), menisbatkan (kepada orang lain),
mengajak dan mendorong (untuk melakukan sesuatu), dan menggiring.
Dalam kamus Al-Muhith Doa bermakna :
و الدُّعاءُ
الرَّغْبَةُ إلى الله تعالى.
Doa adalah rasa
Cinta kepada Allah swt.
Definsi umum doa
yang masyhur di kalangan ahli Ushul dan Fiqh adalah :
الدّعاء هو طلبُ
الفعل من الأدنى إلى الأعلى ، فالدّعاء نوع من السّؤال.
Doa ialah tuntutan perbuatan (baca : perintah) dari
derajat yang rendah kepada derajat yang lebih tinggi, maka doa adalah salah
satu bentuk dari permintaan.
Secara Terminologi lafadz doa ini sebenarnya sama halnya
dengan Amr (perintah), hanya saja dalam doa pemakaian bahasanya lebih
sopan, karena ditujukan kepada derajat yang lebih tinggi,
atau biasa disebut dengan permohonan. Sedangkan Rasulullah saw mendefinisikan
Doa sebagai bentuk dari Ibadah. Seperti dalam Haditsnya yang dikutip dari Riyadl
al-Shalihin.
وعن النعمان بن
بشيرٍ، رضي الله عنهما، عن النّبي، صلى الله عليه وسلم، قال: الدّعاءُ هو العبادة.
)رواه أبو داود،
والترمذي، وقال: حديثٌ حسنٌ صحيح
(
Dari
Nu’man ibn Basyir RA, dari Nabi saw bersabda : Doa adalah Ibadah. (HR. Abu
Daud, dan Tirmidzi, dan dia berkata : Hadits Hasan Shahih).
C.
Doa Dalam Al-Qur’an
Dalam
pembahasan point ini akan diuraikan mengenai lafadz-lafadz doa yang terdapat
dalam al-Qur’an dan implikasi maknanya, kemudian akan dipaparkan juga tafsir-tafsir
Ulama klasik dalam surat al-Baqarah ayat 186 beserta asbab al-Nuzul-nya.
1.
Lafadz-lafadz doa di dalam al-Qur’an
Kata
Da’a-Yad’u dalam al-Qur’an beserta derivasinya (isytiqaq) disebutkan
sebanyak 213 kali dalam 55 surat, yaitu al-Baqarah [2]: 23, 61, 68, 69, 70,
171, 186, 221, 226, 260, 282, Ali Imram [3]: 23, 38, 48, 61, 104, 153, al-Nisa’
[4]: 117, al-An’am [6]: 40, 41, 52, 56, 63, 71, 107, al-A’raf [7]: 5, 29, 37,
55, 56, 134, 180, 189, 193, 194, 195, 197, 198, al-Anfal [8]: 24, Yunus [10]:
10, 12, 22, 25, 38, 66, 89, 106, Hud [11]: 13, 62, 101, Yusuf [12]: 8, 33, al-Ra’d
[13]: 14, 36, Ibrahim [14]: 9, 10, 22, 39, 40, 44, al-Nahl [16]: 20, 25, 86,
al-Isra’ [17]: 11, 52, 56, 57, 67, 71, 110, al-Kahfi [18]: 14, 28, 53, 57,
Maryam [19]: 4, 47, 48, 91, Thaha [20]: 108, al-Anbiya’ [21]: 15, 45, 90,
al-Hajj [22]: 12, 13, 62, 67, 73, al-Mu’minun [23]: 73, 117, al-Nur [24]: 48,
51, 63, al-Furqan [25]: 13, 14, 68, 77, al-Syu’ara’ [26]: 72, 213, al-Naml
[27]: 62, 80, al-Qashash [28]: 25, 41, 64, 87, 88, al-‘Ankabut [29]: 42, 65,
al-Rum [30]: 25, 33, 52, Luqman [31]: 21, 30, 32, al-Sajdah [32]: 16, al-Ahzab
[33]: 4, 5, 37, 46, 53, Saba’ [34]: 221, Fathir [35]: 6, 13, 14, 18, 40, Yasin
[36]: 57, al-Shaffat [37]: 125, Shad [38]: 51, al-Zumar [39]: 8, 38, 43, 49,
Ghafir [40]: 10, 12, 14, 20, 26, 41, 42, 43, 49, 51, al-Syura [42]: 13, 15,
al-Zukhruf [43]: 49, 86, al-Dukkhan [44]: 22, 55, al-Jatsiyah [45]: 28,
al-Ahqaf [46]: 4, 5, 31, 32, Muhammad [47]: 35, 38, al-Fath [ 49]: 16, al-Thur
[52]: 28, al-Qamar [54]: 6, 8, 10, al-Hadid [57]: 8, al-Shaf [61]: 7, al-Mulk
[67]: 27, al-Qalam [68]: 42, 43, al-Ma’arij [70]: 17, Nuh [71]: 5, 6, 7, 8,
al-Jin [72]: 18, 19, 20, al-Insyiqaq [84]: 11, dan al-‘Alaq [96]: 17, 18.
Adapun mengenai bentuk lafadz da’a yang dipakai dalam al-Qur’an adalah
sebagai berikut :
Ø
Menggunakan Fi’il Madli dari Lafadz دعا (baik bentuk mufrad maupun jamak):
QS. Yunus[10] : 12
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا
لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا…
“Dan apabila
manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami dalam keadaan berbaring,
duduk atau berdiri......................
QS. Yunus [10] : 22
دَعَوُا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ
أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ……
..........Maka mereka berdoa kepada
Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (mereka berkata):
"Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, Pastilah
kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".
Ø Menggunakan Fi’il
Mudlari’ (baik mufrad atau jamak, ghaib, mukhatab ataupun mutakallim)
QS. Al-Anbiyaa’
[21] : 90
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا
رَغَبًا وَرَهَبًا ……. ÇÒÉÈ
..............Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepada kami dengan harap dan cemas..............
QS. Al-An’am [6] : 41
بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ.....
(Tidak), tetapi Hanya kepadanyalah kamu bedoa, Maka dia
menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadanya...................
QS. Al-Israa’ [17]
: 11
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ
بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًاÇÊÊÈ
Dan manusia mendoa untuk
kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa.
Ø Menggunakan mashdar
(baik mashdar berupa Da’wah maupun ad-Du’a’)
QS. Ar-Ra’d [13] : 14
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقّÈ
( ……………..
Hanya bagi
Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar………….
QS. Ibrahim [14] : 39
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِÇÌÒÈ
Segala puji bagi Allah yang
telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya
Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa.
Ø
Menggunakan Fi’il Amar (Perintah berdoa oleh Allah swt
kepada Hambanya)
QS. Al-A’raf [7] :
55
ادْعُوا
رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَÇÎÎÈ
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan
suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.
Ø Menggnunakan Lafadz
lain, yang bukan bentukan dari Da’a –Yad’u (دعا-يدعو)
Doa yang bermakna permohonan dalam al-Qur’an tidak hanya
disebutkan menggunakan lafadz (دعا-يدعو) , terkadang menggunakan lafadz الصلاة , dan terkadang juga menggunakan
lafadz (ناى – ينادى) seperti pada QS. At-Taubah (9) : 103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ
لَهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ÇÊÉÌÈ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.
dan QS. Al-Anbiyaa’[21] : 89
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا
تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَÇÑÒÈ
Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia berdoa
kepada Tuhannya: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan Aku hidup
seorang diri
dan Engkaulah waris yang paling Baik.
Analisis mengenai makna doa yang terkandung dalam
al-Qur’an yang dilakukan oleh penulis, bahwasannya makna doa dapat terkandung
pada ayat-ayat yang terdapat lafadz قال
maupun derivasi kata darinya يقول
, dan setelahnya diikuti oleh
sebuah kalimat permohonan yang ditujukan kepada Allah (atau diikuti oleh
lafadz-lafadz ربّ – اللهم
). Meskipun tidak secara eksplisit
terdapat lafadz دعا – يد عو , makna Qaala disitu tidak lagi
bermakna berucap, melainkan bemakna berdoa, seperti dalam ayat-ayat berikut ini
:
QS. Al-Qashash [28] : 16
قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي
فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُÇÊÏÈ
Musa berdoa: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku
Telah menganiaya diriku sendiri Karena itu ampunilah aku". Maka Allah
mengampuninya, Sesungguhnya Allah dialah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Dan QS. Al-Baqarah [2] : 201
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ÇËÉÊÈ
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa:
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka".
Pendapat ini dapat saja dilemahkan oleh lafadz doa yang
terdapat pada QS. Ghafir [40] ayat 60:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي
أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ
جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ÇÏÉÈ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku
akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
Dalam ayat tersebut, setelah lafadz Qaala diikuti
kalimat permohonan yang memakai bentuk perintah, namun penulis berpandapat
bahwa lafadz Qaala dalam QS. Al-Mu’min: 60 ini tidak mengandung makna
berdoa, karena lafadz setelahnya meupakan bentuk permohonan dari derajat yang
lebih tinggi kepada derajat yang lebih rendah (perintah / Amr ), maka makna
Qaala dalam ayat ini kembali ke asal maknanya, yakni berkata (Berfirman).
2. Variasi makna Doa dalam
al-Qur’an
Dalam
al-Qur’an, makna term “Doa” ini terkadang juga memiliki arti yang berbeda
sesuai konteks kalimatnya. Berikut akan diuraikan makna-makna lafadz Doa yang
terdapat dalam al-Qur’an.
a) Ibadah
Pengertian doa sebagai Ibadah ini merupakan
pengertian pokok dari lafadz doa itu sendiri. Karena sejatinya manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah memiliki rasa kehambaan terhadap-Nya tatkala ia berdoa,
dengan kata lain hamba tersebut mengakui akan keterbatasannya serta
mengagungkan Dzat yang telah menciptakannya itu dengan media berdoa.
Sehinga dapat menunjukkan adanya suatu perbedaan tingkatan antara yang
menyembah dengan yang disembah. Doa dalam pengertian ini merupakan definisi
yang diberikan oleh Rasulullah sendiri pada pembahasan sebelumnya.
Doa bermakna ibadah ini, diantaranya terdapat dalam
surat Al-A’raf: 194.
إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ
اللهِ عِبَادٌ أَمْثَالُكُمْ فَادْعُوهُمْ فَلْيَسْتَجِيبُوا لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ
Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru
(sembah) selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan
kamu. Maka Seru (sembah)lah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka
memperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.
Lafadz tad’una pada ayat ini bermakna ibadah
(menyembah).
Dimaksudkan beribadah karena menjadikan berhala-berhala tersebut sebagai tuhan
selain Allah swt. Namun dalam tafsirnya tersebut, al-Alusiy berpendapat bahwa tad’una
dalam ayat ini memiliki dua kemungkinan makna, yakni yang pertama
menyembah/ beribadah, dan yang kedua ialah tasmiyyah (penamaan/ memberi
nama). Maksudnya menamakan berhala-berhala tersebut sebagai Tuhan. Namun makna tad’una
dalam ayat ini menurut kebanyakan Ulama (Mufassir) ialah beribadah
(menyembah).
b)
Permohonan
Doa bermakna permohonan ini terkait
dengan tujuan seorang hamba dalam melafalkan doa tersebut kepada Tuhannya.
Karena seorang hamba membutuhkan sesuatu yang dikehendakinya dengan media doa
ini. Sehingga salah satu urgensi doa selain untuk beribadah ialah memohon
sesuatu kepada Dzat yang Maha Mendengar doa hamba-hambanya. Doa dalam
pengertian ini seperti tedapat dalam QS.
Al-An’am [6] : 41
بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ.....
(Tidak), tetapi Hanya kepadanyalah kamu bedoa, Maka dia
menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadanya...................
c)
Istighatsah (meminta pertolongan)
Pada dasarnya makna doa ini
(meminta pertolongan) tidak jauh berbeda dengan point sebelumnya, yakni
permohonan. Hanya saja doa jika bermakna permohonan bersifat lebih umum
daripada meminta pertolongan. Doa dengan makna meminta pertolongan terdapat
dalam surat al-Qashshash [28]: 64
وَقِيلَ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ
يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَرَأَوُا الْعَذَابَ لَوْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَهْتَدُونَ
Dikatakan (kepada mereka) "Minta
tolonglah kamu sekalian kepada sekutu-sekutu kamu", lalu mereka meminta
pertolongan kepadanya (sekutu-sekutu mereka), Maka sekutu-sekutu itu tidak
memperkenankan (permintaan) mereka, dan mereka melihat azab. (mereka ketika itu
berkeinginan) kiranya mereka dahulu menerima petunjuk.
d)
Nida’ (panggilan)
Jika sebelumnya terdapat lafadz Nada
(memiliki makna asli memanggil) yang dapat bermakna da’a
(memohon), maka dalam al-Qur’an juga terdapat sebaliknya, yakni menggunakan
redaksi da’a-yad’u tapi memiliki arti nada-yunadi (memanggil).
Namun pada hakikatnya, dua kata tesebut memiliki keterkaitan satu sama lain.
Karena kecenderungan Doa juga menggunakan Adat al-Nida’, yang
dimaksudkan untuk memanggil Dzat yang sedang dimintai permohonan, yakni Yaa
Allah, Allahumma, Yaa Rabbi, dan lain sebagainya.
Diantara ayat yang mengandung lafadz Du’a yang memiliki arti memanggil ialah
QS. Al-Rum [30]: 25.
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ
بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الْأَرْضِ إِذَا أَنْتُمْ
تَخْرُجُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila dia memanggil
kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).
Namun dalam ayat ini tidak ada kaitannya dengan
permohonan, dengan kata lain mutlak merupakan panggilan. Hal ini dikarenakan
panggilan tersebut ditujukan kepada yang lebih rendah dari yang lebih tinggi,
Allah kepada makhluk.
e) Dakwah
Dalam surat
Nuh diceritakan, bahwa setelah Nabi Nuh mencurahkan segenap daya dan upaya
dalam berdakwah kepada kaumnya untuk menyemmbah Allah san mengesakan-Nya. Akan
tetapi kaum tidak simpati kepadanya bahkan mencelanya dan menghinakannya. Maka
Nabi Nuh mengadu kepada Allah swt.
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي
لَيْلًا وَنَهَارًا (5) فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا (6)
وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي
آَذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا
اسْتِكْبَارًا (7) ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارً (8)
Nuh berkata: "Ya
Tuhanku Sesungguhnya Aku Telah berdakwah kepada kaumku malam dan siang, Maka dakwahku itu hanyalah menambah mereka
lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali Aku menyeru(berdakwah
kepada) mereka (kepada iman) agar Engkau
mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan
menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan
diri dengan sangat. Kemudian Sesungguhnya Aku Telah menyeru mereka (kepada
iman) dengan cara terang-terangan.
Lafadz doa dalam ayat ini
bermakna dakwah, yakni ajakan untuk merubah dari kondisi kebatilan menuju
kondisi kebenaran dan keimanan kepada Allah swt.
f) Seruan/ Ajakan
Hampir sama dengan makna-makna doa sebelumnya, seruan
atau ajakan ini sudah terkover secara umum pada pemaknaan doa sebagai dakwah
ataupun panggilan. Namun letak perbedaannya, seruan ini bisa ditujukan oleh
hamba kepada Tuhannya (karena dalam doa itu menyeru kepada Tuhannya untuk
mengkabulkan apa yang ia minta) maupun juga dari Allah kepada hambanya yang
berupa perintah.
3. Macam-macam Doa yang
terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits
Imam Sa’id bin Ali bin Wahab al-Qahthani telah
mengumpulkan lafaz-lafaz doa yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah. Beliau
berhasil mengumpulkan 122 contoh lafaz doa dan 43 di antaranya berasal dari
Al-Qur’an, seperti:
1.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من
الخاسرين (الأعراف : 23(
2.
رب إني أعوذ بك أن أسألك ما ليس لي به علم وإلا تغفر لي
وترحمني أكن من الخاسرين ) هود: 47(
3.
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين
والمؤمنات ) نوح : 28(
4.
ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم وتب علينا إنك أنت
التواب الرحيم ) البقرة :127 ، 128(
5.
رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي ربنا وتقبل دعاء ) إبراهيم : 40(
6.
اللهم إني أعوذ بك من العجز والكسل ، والجبن والهرم والبخل
، وأعوذ بك من عذاب القبر ، ومن فتنة المحيا والممات (البخاري 7 / 59 ،
ومسلم 4 / 2079)
7.
اللهم أصلح لي ديني الذي هو عصمة أمري ، وأصلح لي دنياي
التي فيها معاشي ، وأصلح لي آخرتي التي فيها معادي ، واجعل الحياة زيادة لي في كل
خير ، واجعل الموت راحة لي من كل شر (أخرجه مسلم 4 / 2087)
8.
اللهم إني أسألك الهدى ، والتقى ، والعفاف ، والغنى (أخرجه
مسلم 4 / 2087)
9.
اللهم آتنا في الدنيا حسنة ، وفي الآخرة حسنة ، وقنا عذاب
النار (البخاري 7 / 163 ، ومسلم 4 / 2070)
10. اللهم إني أعوذ بك من فتنة النار وعذاب النار
، وفتنة القبر ، وعذاب القبر ، وشر فتنة الغنى ، وشر فتنة الفقر ، اللهم إني أعوذ
بك من شر فتنة المسيح الدجال ، اللهم اغسل قلبي بماء الثلج والبرد ، ونق قلبي من
الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس ، وباعد بيني وبين خطاياي كما باعدت بين
المشرق والمغرب . اللهم إني أعوذ بك من الكسل والمأثم والمغرم (البخاري 7 / 161 ، ومسلم 4 / 2078)
4.
Kajian Tafsir Al-Baqarah [2] :
186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ
دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَÇÊÑÏÈ
Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Pada ayat diatas kalimat Da’wah
berarti permintaan, seperti yang telah diterangkan dalam Tafsir As-Sya’rawi,
bahwasannya lafadz Da’wah
bermakna Al-Su’al
yakni permohonan. Kemudian dalam kitab Tafsir tersebut diterangkan bahwasannya
Allah akan mengabulkan permintaan hambanya, seperti dalam Hadits Qudsi-Nya :
الله سبحانه يقول في الحديث القدسي : ) ثلاثة لا ترد دعوتهم ، الصائم حتى
يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم ، يرفعها الله فوق الغمام وتفتح لها أبواب
السماء ، ويقول الرب : وعزتي لأنصرنك ولو بعد حين (
Sedangkan
makna dari lafadz Da’wah
dalam ayat di atas menurut Abu Ishaq mempunyai tiga macam makna, seperti dalam
ungkapan beliau di dalam kitab Lisan al-‘Arab:
“Dalam firman Allah Ujibu Da’wah al-Da’i idza Da’an makna lafadz Da’wah
mempunyai tiga macam makna. Pertama, bermakna pengesaan Allah dan pujian
kepada-Nya, seperti pada lafadz Yaa Allah Laa Ilah Illa Anta dan lafadz Rabbana
Laka al-Hamdu. Kedua, permohonan ampunan dan Rahmah kepada
Allah swt, seperti pada lafadz Allahumma Ighfir Lana. Ketiga,
al-Da’wah bermakna permohonan bagian dari (rizqi) kepada Allah yang
bersifat duniawi, seperti pada lafadz Allahumma Urzuqni Malan Wa Walada.”
Apabila dilihat dari segi Asbab al-Nuzul, ayat ini
turun ketika salah seorang Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw : “Wahai
Rasulullah, apakah Allah itu dekat, sehingga kami minta keselamatan kepada-Nya
atau jauh sehingga kami memanggil-Nya?” Rasulullah terdiam dan turunlah
ayat tersebut. Selanjutnya dalam Tafsir Al-Sa’dy (Taysir al-Karim al-Rahman
fi Tafsir Kalam al-Manan) diterangkan bahwasannya lafadz al-Du’a’ dalam
ayat tersebut bisa bermakna dua macam, yakni permohonan dan Ibadah.
Dari sisi Asbab al-Nuzul ayat ini, lebih jauh lagi
terdapat lima pendapat sebagaimana yang terdapat dalam kitab tafsir Zad
al-Maisir, pertama seperti yang telah diuraikan di atas. Pendapat yang
kedua mengatakan bahwa ayat ini turun ketika kaum Yahudi Madinah bertanya
kepada Rasul: “Wahai Muhammad, bagaimana mungkin Tuhan dapat mendengar doa
kita, sementara kamu pernah bilang bahwasannya jarak antara kita dengan langit
ialah perjalanan selama lima ratus tahun?”. Kemudian turunlah ayat ini.
Ketiga, seseorang
pernah bertanya kepada Rasul: “Wahai Rasul, apabila kami mengetahui tanda-tanda
hari kiamat, apakah Allah akan menerima doa-doa kami?”. Kemudian turunlah ayat
ini. Keempat, salah seorang sahabat bertanya: “Dimanakah Allah?”, lantas
turunlah ayat ini. Kelima, seorang diantara sahabat pernah melakukan apa
yang diharamkan oleh Allah pada waktu berpuasa, yakni makan dan juga berjima’,
sehingga dia bertanya kepada Rasul: “Bagaimanakah cara kami bertaubat dari apa
yang telah kami perbuat?”, lalu turunlah ayat tersebut.
Dari kelima Asbab al-Nuzul di atas, dapat
digeneralisasikan bahwasannya ayat tersebut turun dilatarbelakangi oleh
pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah, baik itu dari kaum Yahudi, maupun
dari kalangan sahabat sendiri. Dan yang jadi titik tekan dari kelima Asbab al-Nuzul tersebut, ialah pertanyaan
mengenai posisi Allah, sehingga turunlah ayat yang mengasusimkan bahwa Allah
sangatlah dekat dengan kita, dan konsekwensi dari kedekatan tersebut ialah
mudahnya Allah mendengar doa para hambanya untuk kemudian dikabulkan oleh-Nya.
D. Hal-hal
lain mengenai doa
Allah sudah
pasti akan menjawab doa manusia. Jika seseorang berdoa, paling tidak dia akan
mendapatkan 3 macam perlakuan; dikabulkan waktu itu juga, ditunda pengkabulan
doanya, atau diganti dengan hal lain yang lebih baik untuk pendoa. Hal ini
sebagaimana yang diinformasikan sabda Rasulullah:
إنه
لا يضيع الدعاء بل لا بد للداعي من إحدي الثلاث: إما ان يجعل له دعوته وإما أن
يدخرها له في الأخرة وإما ان يصرف عنه من السوء مثلها (أخرجه أحمد)
Artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak menyia-nyiakan doa salah seorang di antara kamu, melainkan mestilah
bagi orang yang berdoa salah satu dari 3 perkara: mengabulkan Allah doanya,
atau menundanya hingga di akhirat, atau menggantinya dengan yang lainnya.”
(HR. Ahmad)
Untuk itu, perlulah beberapa kiat yang mesti dijalankan
ketika berdoa, dengan orientasi melakukan doa terbaik dan Allah mengabulkan doa
tersebut. Hal ini bisa berupa adab dalam berdoa. Tidak dipungkiri, ketika
menghadap manusia dalam rangka meminta pertolongan, seseorang terikat suatu
adab sopan-santun. Apalagi ketika berhadapan dengan Allah, tentunya di sana
juga terdapat kode etik yang harus diperhatikan.
Berikut ini disampaikan beberapa adab dalam berdoa yang
dikutip dari kitab ad-Du’a wa Yalihi al-‘Ilaj bi al-Ruqy min al-Kitab wa al-Sunnah
:
1. Berdoa
dengan rasa ikhlas
2. Memulai dan
menutup doa dengan memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah
3. Yakin
dengan apa yang didoakan dan yakin bahwa doa akan dikabulkan
4. Perlahan-lahan
dan tidak terburu-buru
5. Menghadirkan
hati dalam doa
6. Berdoa
dalam keadaan lapang maupun sempit
7. Tidak
berdoa melainkan hanya kepada Allah
8. Memelankan
suara antara terdengar dan tidak
9. Mengingat
dosa dan istighfar atasnya dan mengingat nikmat dan mensyukurinya
10. Tidak
dituntut bersajak dalam doa
11. Tunduk,
khusu’, harap, dan takut
12. Menolak
kezhaliman dan bertaubat
13. Menghadap
kiblat
14. Mengangkat
tangan
15. Berwudhu’
sebelum berdoa
16. Memulai doa
untuk dirinya sendiri sebelum mendoakan orang lain
17. Bertawassul
dengan Asma Allah, atau amalan shaleh, atau doa seseorang yang shaleh.
18. Menggunakan
pakian yang halal, makanan dan minuman yang halal juga
19. Tidak
mendoakan kesalahan atau pemutusan sillaturrahim
20. Menyuruh
kepada ma’ruf dan menghalangi kemungkaran
21. Menghindari
kazhaliman
Di samping itu, juga ada beberapa waktu yang dinilai
lebih jika berdoa di dalamnya:
1. Malam lailah
al-qadr
2. Pada
penghujung akhir malam
3. Selepas
shalat fardhu
4. Antara azan
dan iqamah
5. Dikala azan
6. Disaat
hujan turun
7. Di majlis
zikir muslimin
8. Doa di
bulan Ramadhan
9. Doa di hari
Arafah
10. Doa
seseorang terhadap saudaranya di dalam hati
11. Selepas
meninggalnya seseorang
12. Jika tidur
dalam keadaan suci, dan bangun lalu berdoa
13. Sewaktu
sujud
14. Ketika
minum air zamzam
15. Berdoa
sesaat di hari Jumat
16. Dikala bala
tentara muslim berkumpul untuk perang.
- Penutup
Kajian yang terdapat dalam al-Qur’an tidak akan pernah
ada hentinya. Seiring berkembangnya zaman ragam penafsiran al-Qur’an senantiasa
muncul dan mencetuskan pemikiran-pemikiran cemerlang dari para mufassir. Begitu
juga halnya pembahasan doa dalam al-Qur’an, tidak akan mampu ter-cover dalam
satu makalah ataupun buku yang tebal sekalipun.
Makalah ini bukanlah hasil final dari sebuah pembahasan
tentang doa dalam al-Qur’an, dan memungkinkan terdapat banyaknya kesalahan.
Penulis hanya berharap akan ada peneliti-peneliti dari cendekiawan muslim yang
bersedia menyumbangkan fikirannya untuk kembali menelaah ulang pembahasan doa
dalam al-Qur’an. Sehingga dapat mengembangkan wacana keislaman baik dari sisi
Intelektualitas, moralitas, maupun spiritualitas. Akhir kata penulis mohon maaf
apabila dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan, baik dari segi penulisan
maupun kesalahan informasi (data) yang disampaikan.
1 komentar:
Posting Komentar