Konsep Baik dan Buruk, Serta Peran Akal dalam Hukum Islam
Oleh : Abdul Qodir Nasich
Akal
adalah pemberian Tuhan kepada manusia untuk membedakan manusia dengan Makhluk
lain ciptaan-Nya. Akal juga berpengaruh besar dalam penetapan suatu hukum Islam
yang tidak terdapat dalilnya dalam Nash (Al-Qur’an dan Al-Hadits). Namun dalam
kadar penggunaannya, ulama banyak yang berbeda pendapat, diantaranya mengenai
peran akal dalam menentukan baik dan buruk yang hubungannya dengan Wahyu.
Mengenai
hal ini, secara garis besar perbedaaan ulama dapat dikelompokkan menjadi tiga
bagian:
Pertama,
Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa baik dan buruk itu adalah dua sifat
esensial yang ada pada sebagian hal, dan sebagian hal lain berada antara
manfaat dan madharat serta diantara baik dan buruk. Dalam hal ini salah seorang
tokoh mereka, Al-Juba’i, mengatakan : “Setiap perbuatan ma’siat yang jaiz bagi
Allah untuk memerintahkannya, maka nilai keburukan perbuatan itu karena adanya
larangan (qabih lin-nahyi). Dan setiap perbuatan ma’siat yang wajib bagi Allah
untuk tidak memperbolehkannya,maka nilai keburukan itu terletak pada esensinya
(qabih linafsihi), seperti halnya tidak mengenal Allah SWT. atau bahkan
menyekutukannya. Demikian pula setiap perbuatan yang jaiz bagi Allah untuk
memerintahkannya, maka nilai kebaikan perbuatan itu karena adanya perintah
(hasan lil-amri bihi). Dan setiap perbuatan yang wajib bagi Allah untuk
memerintahkannya, maka nilai kebaikan perbuatan itu karena esensinya (hasan
li-nafsih).
Golongan Mu’tazilah juga sering disebut dengn Ahl Ar-Ra’y, karena selalu
melandaskan dasar pengambilan hukum dengan nadzhari (rasio). Mu’tazilah juga
berpendapat, dengan perantara akal yang sehat dan cerdas seseorang dapat
mencapai makrifat dan dapat pula mengetahui yang baik dan buruk. Bahkan sebelum
wahyu turun, orang sudah wajib bersyukur kepada Tuhan. Menjauhi yang buruk dan
mengerjakan yang baik.
Kedua, Pendapat golongan Maturidiyah yang dinukil dari Abu Hanifah dan dianut
pula oleh Ulama Hanafiah mereka ini mengatakan bahwa sesuatu itu secara
esensial (menurut dzatnya) ada yang baik dan ada yang buruk. Dan sesungguhnya
Allah tidak akan melarang sesuatu yang baik menurut dzatnya. Dengan demikian,
mereka ini membagi sesuatu kepada :
1. Hasan li dzatihi (baik menurut dzatnya)
2. Qabih li dzatihi (buruk menurut dzatnya)
3. Sesuatu yang ada diantara keduanya, dan ini tergantung pada perintah dan
larangan Allah swt.
Menurut Al-maturidiyah, penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada
sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah
mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Ia mengakui akal
tidak selalu mampu membedakan antara baik dan buruk, namun terkadang pula mampu
mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu
diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Ketiga, Pendapat golongan Asy’ariyah, yang dipegangi oleh jumhur ulama Ushul,
yang berpendapat bahwa segala sesuatu itu menurut dzatnya (secara
esensial),tidak ada yang baik maupun yang buruk. Semuanya mutlak tergantung dan
ditentukan oleh kehendak Allah. Dalam aturan syara’. Tidak ada sesuatupun yang
membatasi kehendak-Nya. Dia adalah pencipta sesuatu dan Dia pula yang
menciptakan baik dan buruk. Oleh karena itu, segala yang Dia perintahkan itulah
yang baik, dan segala sesuatu yang Dia larang itulah yang buruk. Tiada taklif
(pembebanan) karena keputusan akal, tetapi taklif hanya berdasar pada perintah
dan larangan Syari’ (Allah).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Jumhur-Fuqaha berpendapat bahwa
al-Hakim (pembuat hukum) adalah Allah, dan akal tidak dapat memberi beban hukum
(taklif), meskipun ia mampu menemukan sesuatu yang hasan li dzatihi serta qabih
li dzatihi.
The Ultimate Guide to Casino Games - Online Betting
BalasHapusIf you're going to place bets online, 토토커뮤니티 you want to know that casino games are the only way 군산 출장안마 to 평택 출장마사지 win at online 삼척 출장샵 gambling sites. They'll also 충청북도 출장마사지 have an